Jumat, 13 November 2009

EFEKTIFITAS PENGETRAPAN MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA OTONOMI PENDIDIKAN

( Oleh : Hermadi, S.Pd )

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan seiring dengan otonomi pendidikan sudah dikembangkan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Paradigma baru otonomi pendidikan yang harus diemban dan diwujudkan oleh sekolah adalah melalui: Pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah, Peran Serta Aktif Masyarakat di Bidang Pendidikan, dan Guru yang Profesional mengajar, baik dari kecakapan maupun latar belakang pendidikan, dan siswa berkualitas yang sadar akan maksud serta makna pendidikan.
Otonomi daerah secara resmi telah diberlakukan di seluruh wilayah Republik Indonesia sejak bulan Januari 2001. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, yang pada pada hakekatnya dapat di baca bahwa otonomi daerah merupakan “keleluasaan” pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga sendiri dalam segala-urusan, kecuali urusan tertentu yang memang masih menjadi urusan pemerintah pusat.
Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang yang dapat diurus oleh pemerintah daerah sendiri. Walaupun pada bidang ini tidak serta-merta daerah dapat menyelesaikan segala sesuatunya. Akan tetapi paling tidak, pengelolaan masalah pendidikan dapat dirancang secara bertahap seiring dengan kesiapan dan ketersediaan pemenuhan persyaratan yang dibutuhkan. Dengan demikian, otonomi daerah membuka wacana dan konsekuensi logis pada otonomi pendidikan di sekolah, khususnya dalam hal reorientasi visi dan misi pendidikan.
Menyadari akan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan kenyataan yang ada, maka dalam rangka melaksanakan otonomi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah dibutuhkan serangkaian inovasi. Inovasi yang dimaksud, diantaranya berupa: pengelolaan pendidikan berbasis sekolah, peran aktif masyarakat di bidang pendidikan, dan guru yang profesional baik kecakapan maupun pendidikan, serta siswa berkualitas yang sadar akan maksud serta makna pendidikan.

Pengelolaan Pendidikan Managemen Berbasis Sekolah
Pada kerangka otonomi pendidikan, sekolah merupakan pilar utama dan terdepan untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara komprehensif. Telah disadari bersama bahwa upaya mewujudkan sekolah yang mandiri dan kreatif tidak akan pernah terwujud tanpa adanya pemberian kepercayaan yang penuh bagi sekolah itu agar dapat mengaktualisasikan potensinya. Untuk itu, sekolah beserta seluruh perangkatnya harus segera bangkit untuk menemukan pola pendidikan menuju kemandirian, dan senantiasa kreatif dalam melakukan setiap aktivitas.
Kepala Sekolah sebagai pemimpin pada pengelolaan sekolah diharapkan memiliki kemampuan yang memadai untuk berinisiatif dan sekaligus mendorong inisiatif perangkat sekolah lainnya sehingga berkembang sesuai dengan peranan dan potensinya. Peran sekolah bukan hanya menghasilkan siswa yang mampu meraih NEM tinggi saja, tetapi lebih dari pada itu, menekankan pada siswa yang terdidik dan terpelajar. Terdidik dari segi akhlaqnya, dan terpelajar dari segi akalnya. Nantinya siswa bukan hanya pandai dalam memperoleh ilmunya, tetapi juga terpelajar dalam mempraktekkan ilmu yang dimilikinya. Misi dan visi sekolah ke depan bukan hanya diketahui oleh perangkat sekolah, tetapi perlu disosialisasikan kepada seluruh masyarakat terkait. Secara nyata aktualiasasinya terdapat pada rancangan program kerja sekolah yang memungkinkan perangkatnya dapat menjalankan peran optimal sesuai dengan kemampuannya.
Sekolah diharapkan secara bertahap memiliki kemampuan untuk membiayai sebagian kebutuhannya. Sekolah didorong agar mampu melakukan suatu terobosan baru guna memperoleh dana mandiri untuk kebutuhan peningkatan berbagai macam prestasi. Tentu saja hal ini tidak mudah. Perlu dukungan dari berbagai pihak, terutama orang tua / wali murid yang tergabung dalam Komite Sekolah. Selama ini memang ada dana dari Pemerintah, tetapi jika dikaitkan dengan berbagai macam kebutuhan sekolah, rasanya besarnya dana tersebut masih jauh dari cukup. Banyak sarana dan prasarana sekolah yang terbengkalai karena faktor biaya.
Melalui pola pengelolaan sekolah tersebut diatas, sekolah dimungkinkan memiliki rancangan kegiatan belajar yang vaniatif dan inovatif. Sehingga pada gilirannya masyarakat akan menjadi tertarik dan sekaligus ada kepeduliannya untuk ikut bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan. Masyarakat setempat (sekitar) sebagai stake holders perlu diyakinkan bahwa peningkatan kuafitas sekofah adafah suatu keharusan. Untuk mewujudkannya adalah tanggung jawab bersama, yakni sekolah dan seluruh komponen masyarakat.

B. PERMASALAHAN
Untuk mengimplementasikan konsep pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, berbagai pihak harus memberikan sumbangan pikiran yang konstruktif. Hal ini amat penting, mengingat hingga saat ini lonsep otonomi pendidikan dalam kerangka otonomi daerah masih mencari bentuk (model) yang relevan. Paling tidak terdapat tiga elemen penting yang harus diperhatikan, yaitu: sekolah, masyarakat, dan guru sebagai tulang punggung penentu keberhasilan pendidikan, dan siswa yang berkualitas dan sadar pendidikan. Maka dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah :
a. Bagaimana pengelolaan pendidikan yang berbasis sekolah ?
b. Bagaimanakah peran dari masyarakat di bidang pendidikan ?
c. Bagaimanakah sosok guru yang dibutuhkan dalam pembelajaran ?


C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Sebagaimana telah dijabarkan pada permasalahan, maka yang menjadi tujuan dari penulisan ini ialah :
a. Ingin mensosialisasikan efektifitas pengetrapan metode Managemen Berbasis Sekolah pada era otonomi sekolah, sejauh mana gambaran keberhasilannya dalam meningkatkan prestasi pendidikan kaitannya dengan potensi yang ada pada peserta didik.
b. Ingin memberikan gambaran bagaimana seharusnya peran guru dan komponen sekolah yang lain pada metode Managemen Berbasis Sekolah.
c. Ingin memberikan masukan kepada masyarakat lingkungan pendidikan untuk mengajak bersama-sama memajukan pendidikan dengan menggunakan metode Managemen Berbasis Sekolah.


D. PEMBAHASAN
1. Era Otonomi Daerah Dan Pendidikan.
Otonomi daerah dan otonomi pendidikan yang gencar dilaksanakan pemerintah pusat membawa konsekwensi logis, yaitu kini pemerintah daerah di seluruh Indonesia telah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurusi segala sesuatu tentang pendidikan di daerahnya masing-masing. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; “Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat.”
Pada era otonomi tersebut kualitas perididikan akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Ketika pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerah bersangkutan akan maju. Sebaliknya, daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan, dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated, Dimungkinkan tidak akan pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang.
Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan di daerah memiliki nilai strategis bagi daerah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan pendidikan di daerahnya masing-masing, terutama yang berkaitan langsung dengan sumber daya manusia dan alamnya dalam mendobrak kebekuan dan stagnasi yang dialami dan melingkupi masyarakat selama ini. Begitu juga dengan adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat kabupaten atau pun kotamadya dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaan pendidikan dasar. Di tingkat propinsi dan kabupaten akan diadakan lembaga nonstructural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerahnya.
Di samping itu, dalam era otonomi sekarang ini peran masyarakat yang sebelumnya ter-marjinalkan, kini sudah saatnya harus dirubah dan digantikan dengan pemberian kepercayaan untuk mengatur agar bisa berperan lebih baik dalam pemberdayaan dan pengelolaan pendidikan. Tidak hanya sekedar sebagai penyumbang atau penopang dana penambah bagi sekolah, tetapi Komite Sekolah diharapkan dapat ikut aktif memecahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan prestasi sekolah.
Mengapa Komite Sekolah harus berperan aktif ?
Karena Komite Sekolah sebagai lembaga yang harus menjadi wadah dalam menampung masukan baik berupa saran, pesan, maupun partisipasi aktif masyarakat sekolah ( orang tua/ wali peserta didik ) yang akan ambil bagian dalam kemajuan sekolah.
Pihak sekolah dan Komite Sekolah terlebih dahulu harus merencanakan dan mencanangkan program sekolah paling tidak untuk setahun kedepan. Apa saja yang diperlukan untuk kemudian disosialisasikan kepada orang tua/wali peserta didik melalui rapat pleno antara pihak Sekolah, Komite Sekalah, dan orangtua / wali peserta didik. Kalau perlu tokoh masyarakat yang lain ( selain anggota komite dan orang tua/wali peserta didik ) juga ikut dihadirkan untuk diajak musyawarah. Hal ini supaya arah program pengembangan sekolah kedepan bisa dimengerti dan diterima oleh semua pihak.
Otonomi daerah menuntut kita untuk menemukan paradigma baru, yaitu mampu berpikir kritis dalam mengelola pendidikan demi untuk membangun sebuah masyarakat yang berpendidikan, humanis, demokratis dan berperadaban. Agar masyarakat yang selama ml termarjinalkan dalam lubang berpikir ortodoks tidak lagi ada dalam bangunan dan tatanan masyarakat yang dinamis dan progresif. Sehingga dapat bersama-sama membangun pendidikan yang maju dan qualified dalam percaturan daerah maupun nasional. Sehingga nantinya dapat terwujud masyarakat edukatif, yang pada gilirannya dapat turut serta menciptakan “Masyarakat Madani” sebagaimana yang kerap kali muncul dalam wacana upaya membangun bangsa.
Bila yang terjadi demikian, maka masyarakat juga akan merasa bangga dengan dirinya sendiri dan nantinya akan respek terhadap kemajuan dan perkembangan yang terjadi dalam lingkungan pendidikan sendiri. Karena masyarakat telah diberikan penghargaan yang tiada tara sebagai makhluk sosial dan sebagai hamba Tuhan. Sehingga pendidikan masyarakat yang mencakup seluruh komponen masyarakat dan sekolah itu sendiri ( baik orang tua/wali peserta didik, peserta didik, sekolah, dan juga pemerintah daerah setempat ) dapat berjalan sinergis, beriringan dan selaras.
Akan tetapi, hal itu tentu saja tidak mudah untuk diwujudkan. Namun minimal berbagai upaya sudah dan sedang digalakkan agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, dalam dan untuk mempertegas otonomisasi pendidIkan tidak hanya membutuhkan perangkat bantuan yang berupa materil, melainkan dukungan moril dan kotribusi pemikiran, serta ide-ide yang cemerlang sangat dibutuhkan.
Maka tidak heran bila Otonomi Pendidikan perlu mendapat dukungan DPRD. Karena, DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Hal itu setaras relevan sebagaimana dimaksud pada pasal 14 UU. No. 22! 1999; yang menyatakan bahwa di setiap daerah otonomi memiliki sistem pemerintahan yang terdiri dari DPRD sebagai badan legislatif daerah, Pemerintah daerah ( Pemda) sebagal badan eksekutif daerah. Kedua insititusi itu diharapkan dapat bekerja sama secara seimbang agar daerah otonom dapat berfungsi secara efektif dan demokratis bagi semua warga masyarakat.
Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun paradigma dan vlsi pendidikan di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, badan legistlatif daerah harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Dan memiliki kesetaraan dalam kinerja legislatifnya. Juga, bagi kepala daerah dalam membangun pendidikan di daerahnya masing-masing.
Pemerintah daerah sebagai badan eksekutif senantiasa menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat pendidik untuk dapat melegitimasi aspirasi dan kreasi dari warga masyarakat yang berkiprah dalam dunia pendidikan demi untuk peningkatan prestasi pendidikan di daerah itu sendiri. Karena majunya pendidikan di suatu daerah otonomi daerah juga tergantung dari kebijakan politik yang diambil di bidang pendidikan yang dihasilkan oleh Dewan Daerah bersama-sama dengan Kebijakan Pemerintah daerah sebagai badan eksekutif.
Berkaitan dengan diterapkannya otonomi pendidikan, sudah barang tentu peran dari lembaga pendidikan atau sekolah sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga sebagai tumpuan pelestarian budaya daerah menjadi sangat penting dan sangat strategis. Kiprah dari lembaga pendidikan terutama sekali dilakukan bukan hanya untuk mempertegas otonomi daerah saja, melainkan untuk memberdayakan serta mengoptimalisasikan segala sumber potensi yang ada di daerah yang bersangkutan. Lembaga pendidikan yang ada harus dapat membuka diri untuk mendengar dan menampung opini publik, kinerjanya, dan tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat daerah.

2. Peran Masyarakat dalam Pendidikan Dan Peran Sosok Guru Profesional.
Seseorang yang memilih profesi sebagai guru hendaknya menyadari bahwa pilihan itu mengundang dan mengandung suatu tanggung jawab profesionalisme yang amat berat. Guru dituntut menjadi sosok ideal tanpa cacat. Guru adalah panutan bagi siswa dan masyarakat sekitar, Guru harus kreatif, inovatif, dan mandiri. Guru memiliki tanggung jawab bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan melatih siswa menjadi pribadi yang kreatif, inovatif, dan mandiri.
Dulu disinyalir bahwa seseorang yang memilih profesi guru cenderung sebagai pilihan yang terakhir. Sebagai pilihan terakhir kadangkala berdampak pada lemahnya kinerja. Hal ini dikarenakan dulu penghasilan guru dirasa kurang memadai. Tetapi sekarang pemerintah telah meningkatkan penghasilan guru jauh diatas penghasilan sebelumnya. Apalagi bagi guru yang telah memperoleh tunjangan profesi. Maka sekaranglah saatnya bagi guru untuk lebih meningkatkan dedikasinya. Jika kita masih terbelenggu dengan kebiasaan kerja masa lalu, maka sampai kapan pun kualitas sekolah tidak akan menghasilkan standar kelulusan yang optimal. Untuk itu, mau tidak mau kita dituntut bangkit untuk mencari solusi yang tepat dan manusiawi.
Pada dasarnya guru yang profesional terlihat dari kemampuan guru menyediakan seluruh perangkat pembelajaran yang dinamis. Jika hal ini telah dipenuhi, persyaratan berikutnya adalah berfikir dan bertindak secara kreatif, inovatif, dan mandiri, Semua itu tercermin pada kegiatan belajar-mengajar sehari-hari. Pada kegiatan belajar konvensional terdapat kecenderungan peserta didik dituntut menghafal dan mengerjakan soal-soal secara tepat ( tanpa salah ). Siswa kurang diberikan kesempatan untuk berpikir, menemukan fakta, menerjemahkan konsep, dan mengungkapkan argumentasi. Dampaknya, siswa hampir seperti “robot’. Siswa senantiasa puas dengan perolehan NEM tinggi tanpa memahami dengan benar apa arti NEM itu bagi dirinya. Pada bagian lain, pembelajaran yang nonkonvensional merupakan kebalikan dari konvensional. Siswa dibimbing untuk berpikir agar mencari sendiri fakta pembelajaran; memahami konsep; dan mencoba merencanakan aktualisasi konsep pada prilaku di sekolah.
Seperti telah dipaparkan di atas, visi dan misi utama pendidikan di sekolah adalah untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu, siswa hendaknya dipandang sebagai manusia yang berpikir dan memiliki potensi untuk maju serta berkembang. Beberapa hal yang dapat dilakukan ofeh guru dalam mewujudkan harapan tu adalah melalui beberapa cara berikut ini :
a. Guru perlu berkreasi dengan menyusun muatan lokal pada setiap mata pelajaran yang dibinanya. Melalui muatan lokal itu siswa akan lebih memahami lingkungannya sehingga mereka tdak merasa asing dengan lingkungannya.
b. Kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana aktualisasi bakat dan minat siswa perlu dikembangkan sehingga siswa dapat melatih diri untuk menemukan jati dirinya.
c. Guru lebih kreatif dalam memilih materi pembelajaran; menyeleksi sumber belajar; dan mengkomunikasikannya dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Guru juga perlu mencoba dan bahkan mengembangkan penelitian tindakan kelas (classroom action research) sehingga kinerja guru menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
d. Budaya baca-tulis perlu senaritiasa dijadikan sebagai kebutuhan dasar (utama) sehari-hari.
e. Sebagai target ke depan, guru perlu lebih meningkatkan kinerja wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran ( MGMP ).


Guru yang aktif dalam wadah MGMP perlu mengembangkan suatu bentuk aktvitas yang bervariasi. MGMP bukan hanya sebagai sarana menyusun RPP, PROTA, dan soal-soal semester saja, tetapi perlu diarahkan untuk pengembangan kinerja profesional.
Evaluasi belajar bukan hanya terbatas pada kemampuan akademik semata, tetapi perlu diupayakan secara komprehensif dan berkesinambungan dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia.
Apabila beberapa pokok pikiran di atas dapat dilaksanakan dan diwujudkan, maka niscaya upaya memajukan prestasi dan potensi pendidikan pada diri setiap peserta didik bukanlah suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan. Segalanya perlu dicoba dan dikembangkan. Seluruh perangkat sekolah harus membuktikan diri sebagai pribadi-pribadi yang mampu bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Pada akhirnya akan tumbuh suatu kinerja yang optimal karena masing-masing pihak saling bahu-membahu dan tidak merasa lebih dominan dan pihak yang lain. Setiap pihak selalu membutuhkan bantuan pihak yang lain. Hal inilah yang perlu disadari dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.


KESIMPULAN

Otonomi Pendidikan pada kerangka otonomi daerah membawa konsekunsi yang cukup dilematis di kalangan persekolahan. Pada satu sisi sekolah harus mandiri dalam mewujudkan kualitasnya, pada sisi lain sekolah masih banyak memiliki kekurangan ( pendukung ). Namun demikian, pada era otonomi pendidikan, sekolah harus mampu berkompetisi dengan sekolah lain dalam hal pengaktualisasi institusiannya.
“Paradigma baru” otonomi pendidikan yang harus diemban dan
diwujudkan oleh sekolah adalah melalui:
1. Pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah,
2. Peran Serta Aktif Masyarakat di Bidang Pendidikan, dan
3. Guru yang Profesional mengajar, serta siswa yang Berkualitas.
Ketiga hal itu hanya akan terwujud jika seluruh perangkat sekolah mampu menyadari dan melaksanakan tanggung jawab mereka secara optimal dalam bentuk sinergi kerja yang saling menunjang satu sama lainnya. Tanpa semua itu, manfaat otonomi pendidikan tidak dapat terwujud secara optimal.

HERMADI, S.Pd, Guru SMP Negeri 1 Wonopringgo-Kabupaten Pekalongan

http://samreh blogspot.com/